Berikut ini adalah sekilas tentang KPSI (Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia).
Kongres Luar Biasa (Extra Ordinary Congress) PSSI pada tanggal 9 Juli 2011 di Solo, Jawa Tengah, dengan satu-satunya agenda adalah Pemilihan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Anggota Komite Eksekutif yang dilaksanakan oleh Komite Normalisasi (KN PSSI) atas mandat dari FIFA, berjalan dengan sukses dan memperoleh apresiasi positif dari seluruh stakeholders Sepakbola nasional.
Banyak pihak menaruh harapan besar terhadap kepengurusan PSSI hasil Kongreslub Solo. Harapan ini tidak hanya menciptakan kompetisi sepakbola nasional yang semakin berkualitas, timnas yang tangguh tapi juga mewujudkan rekonsiliasi pemangku kepentingan Sepakbola Indonesia yang sempat ?terkoyak? sejak awal tahun 2011. Namun, harapan dan amanah yang diberikan oleh peserta kongreslub dalam hal ini pemilik dan anggota PSSI ternyata tidak dimanfaatkan dan dijalankan sesuai pemberi mandat, dalam hitungan bulan segala harapan besar tersebut terabaikan. Rekonsiliasi yang diharapkan justeru Pengurus PSSI hasil Kongreslub memunculkan masalah baru, karena hanya mementingkan kelompok tertentu dan cenderung meninggalkan pedoman dasar dalam berorganisasi, dalam hal ini tidak mengikuti STATUTA PSSI dan hasil Kongres sebelumnya yang menjadi acuan PSSI dalam menjalankan program-programnya.
Diawali dengan rencana pelaksanaan Kompetisi Profesional Level 1, yang sebelumnya sudah diputuskan dalam Kongres Tahunan 2011 di Bali, bahwa Liga Super sebagai Kompetisi Profesional tertinggi dan penyelenggaraanya diserahkan kepada PT. Liga Indonesia yang telah teruji sebagai penyelenggara kompetisi profesional sejak 4 tahun terakhir. Namun, Pengurus PSSI periode 2011 - 2014 selaku pelaksana amanat organisasi justeru melanggar hasil Kongres Tahunan PSSI tahun 2011 dan lebih dari itu melanggar STATUTA PSSI yang jelas-jelas menyebutkan bahwa kompetisi tertinggi adalah Liga Super Indonesia. Banyak pihak telah mengingatkan kekeliruan yang dibuat oleh Pengurus PSSI periode 2011 - 2015, termasuk 4 orang anggota Komite Eksekutif PSSI, yaitu: La Nyalla M Mattaliti, Tony Apriliani, Robertho Rouw dan Erwin Dwi Budiawan. Kritik membangun dan saran-masukan dari 4 anggota exco tersebut berakhir pada pemberhentian sepihak dari Ketua Umum PSSI melalui Majelis Etik PSSI, hal ini memancing masalah semakin rumit, karena keterpilihan anggota Exco adalah hasil dari Kongres dan dipilih oleh anggota sehingga tidak dapat semudah itu diberhentikan. Bahkan, Forum Pengurus Provinsi (Pengprov) PSSI selaku pemilik suara dan anggota PSSI beberapa kali mengingatkan dan mencoba berdiskusi dengan Ketua Umum PSSI untuk mengetahui akar masalah sekaligus mencari solusi agar kekisruhan segera berakhir. Tetapi, beberapa kali pula kehadiran Forum Pengprov PSSI tidak ditemui oleh Ketua Umum PSSI, sehingga dialog tidak pernah terjadi. Dari beberapa kali kejadian dan peristiwa yang menyalahi aturan dasar organisasi PSSI inilah muncul ide untuk mengembalikan posisi PSSI yang sudah salah jalan kembali pada aturan yang telah dibuatnya sendiri yaitu, STATUTA PSSI. Dan pada tanggal 18 Desember 2011 di Jakarta, diadakan Rapat Akbar Sepakbola Nasional (RASN) yang diikuti oleh 452 anggota PSSI. Hasil RASN adalah lahirnya Deklarasi Jakarta, sebagai berikut:
Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) sebagai salah satu hasil RASN yang dihadiri, diikuti dan disepakati oleh lebih dari 2/3 anggota PSSI, memiliki tugas yang tidak ringan dan tidak mudah, tapi tugas, fungsi dan amanah ini menjadi sebuah harapan baru bagi pengembalian citra, integritas dan fungsi PSSI yang sesuai dengan STATUTA PSSI dan STATUTA FIFA selaku otoritas tunggal Sepakbola dunia. Tugas dan fungsi KPSI ini secara otomatis berakhir setelah terpilihnya Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Anggota Komite Eksekutif yang baru. Sifat Komite ini dalam menjalankan organisasi PSSI adalah kolektif-kolegial sehingga tidak bertumpu pada satu figur saja, tapi sebuah bentuk kepemimpinan yang egaliter, akomodatif dan bertanggung jawab secara bersama-sama kepada anggota yang telah memberikan kepercayaan melalui RASN.
Berikut ini adalah daftar dosa-dosa PSSI dibawah Djohar Arifin:
Dari pemaparan di atas, sudah terlihat jelas bahwa PSSI di bawah pimpinan Djohar Arifin telah gagal total dan harus segera dilengserkan jika tidak ingin sepakbola nasional semakin terpuruk. Kita hendaknya mendukung dan bergabung bersama KPSI, karena hanya KPSIlah yang mampu menyelamatkan sepakbola Indonesia. Apalagi KPSI didukung oleh lebih dari 2/3 anggota PSSI.
Mari Dukung KPSI Selamatkan Sepakbola Indonesia!!!
Tidak Dukung KPSI berarti Mendukung Sepakbola Indonesia Makin Terpuruk!!!
Kongres Luar Biasa (Extra Ordinary Congress) PSSI pada tanggal 9 Juli 2011 di Solo, Jawa Tengah, dengan satu-satunya agenda adalah Pemilihan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Anggota Komite Eksekutif yang dilaksanakan oleh Komite Normalisasi (KN PSSI) atas mandat dari FIFA, berjalan dengan sukses dan memperoleh apresiasi positif dari seluruh stakeholders Sepakbola nasional.
Banyak pihak menaruh harapan besar terhadap kepengurusan PSSI hasil Kongreslub Solo. Harapan ini tidak hanya menciptakan kompetisi sepakbola nasional yang semakin berkualitas, timnas yang tangguh tapi juga mewujudkan rekonsiliasi pemangku kepentingan Sepakbola Indonesia yang sempat ?terkoyak? sejak awal tahun 2011. Namun, harapan dan amanah yang diberikan oleh peserta kongreslub dalam hal ini pemilik dan anggota PSSI ternyata tidak dimanfaatkan dan dijalankan sesuai pemberi mandat, dalam hitungan bulan segala harapan besar tersebut terabaikan. Rekonsiliasi yang diharapkan justeru Pengurus PSSI hasil Kongreslub memunculkan masalah baru, karena hanya mementingkan kelompok tertentu dan cenderung meninggalkan pedoman dasar dalam berorganisasi, dalam hal ini tidak mengikuti STATUTA PSSI dan hasil Kongres sebelumnya yang menjadi acuan PSSI dalam menjalankan program-programnya.
Diawali dengan rencana pelaksanaan Kompetisi Profesional Level 1, yang sebelumnya sudah diputuskan dalam Kongres Tahunan 2011 di Bali, bahwa Liga Super sebagai Kompetisi Profesional tertinggi dan penyelenggaraanya diserahkan kepada PT. Liga Indonesia yang telah teruji sebagai penyelenggara kompetisi profesional sejak 4 tahun terakhir. Namun, Pengurus PSSI periode 2011 - 2014 selaku pelaksana amanat organisasi justeru melanggar hasil Kongres Tahunan PSSI tahun 2011 dan lebih dari itu melanggar STATUTA PSSI yang jelas-jelas menyebutkan bahwa kompetisi tertinggi adalah Liga Super Indonesia. Banyak pihak telah mengingatkan kekeliruan yang dibuat oleh Pengurus PSSI periode 2011 - 2015, termasuk 4 orang anggota Komite Eksekutif PSSI, yaitu: La Nyalla M Mattaliti, Tony Apriliani, Robertho Rouw dan Erwin Dwi Budiawan. Kritik membangun dan saran-masukan dari 4 anggota exco tersebut berakhir pada pemberhentian sepihak dari Ketua Umum PSSI melalui Majelis Etik PSSI, hal ini memancing masalah semakin rumit, karena keterpilihan anggota Exco adalah hasil dari Kongres dan dipilih oleh anggota sehingga tidak dapat semudah itu diberhentikan. Bahkan, Forum Pengurus Provinsi (Pengprov) PSSI selaku pemilik suara dan anggota PSSI beberapa kali mengingatkan dan mencoba berdiskusi dengan Ketua Umum PSSI untuk mengetahui akar masalah sekaligus mencari solusi agar kekisruhan segera berakhir. Tetapi, beberapa kali pula kehadiran Forum Pengprov PSSI tidak ditemui oleh Ketua Umum PSSI, sehingga dialog tidak pernah terjadi. Dari beberapa kali kejadian dan peristiwa yang menyalahi aturan dasar organisasi PSSI inilah muncul ide untuk mengembalikan posisi PSSI yang sudah salah jalan kembali pada aturan yang telah dibuatnya sendiri yaitu, STATUTA PSSI. Dan pada tanggal 18 Desember 2011 di Jakarta, diadakan Rapat Akbar Sepakbola Nasional (RASN) yang diikuti oleh 452 anggota PSSI. Hasil RASN adalah lahirnya Deklarasi Jakarta, sebagai berikut:
- Menyampaikan mosi tidak percaya kepada Saudara Djohar Arifin Husin (Ketua Umum PSSI), Farid Rahman (Waketum PSSI), Sihar Sitorus, Mawardy Nurdin, Widodo Santoso, Tuty Dau, dan Bob Hippy, karena dinilai tidak kredibel untuk menjalankan organisasi PSSI dan telah melakukan pelanggaran terhadap Statuta PSSI dan tidak menjalankan hasil keputusan Kongres Tahunan PSSI tahun 2011 di Bali.
- Meminta untuk diselenggarakan Kongres Luar Biasa PSSI dengan agenda pemilihan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan anggota Komite Eksekutif PSSI selambat-lambatnya 30 Maret 2012.
- Meminta kepada PSSI untuk memberikan jawaban terhadap permintaan diselenggarakannya Kongres Luar Biasa PSSI tersebut pada poin 2, selambat-lambatnya 23 Desember 2011.
- Membentuk Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia yang terdiri dari Tony Apriliani, La Nyalla M Mattalitti, Robertho Rouw, Erwin Dwi Budiawan, Benhur Tommy Mano, M Farhan, Doddy Alex Noerdin, FX Hadi Rudyatmo, Soemaryoto, Hardi, dan Benny Dollo, yang memiliki tugas untuk memastikan diselenggarakannya Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI tersebut, dan apabila PSSI tidak bersedia menjalankan KLB, maka dengan ini kami memberikan kewenangan penuh kepada komite untuk menyelenggarakan KLB PSSI sesuai dengan Statuta PSSI.
- Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia juga bertugas menjalankan roda organisasi PSSI sesuai dengan hasil Kongres PSSI II di Bali 2011, termasuk memproteksi kredibilitas dan integritas PSSI dan anggotanya sampai dengan terpilihnya Komite Eksekutif PSSI yang baru.
Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) sebagai salah satu hasil RASN yang dihadiri, diikuti dan disepakati oleh lebih dari 2/3 anggota PSSI, memiliki tugas yang tidak ringan dan tidak mudah, tapi tugas, fungsi dan amanah ini menjadi sebuah harapan baru bagi pengembalian citra, integritas dan fungsi PSSI yang sesuai dengan STATUTA PSSI dan STATUTA FIFA selaku otoritas tunggal Sepakbola dunia. Tugas dan fungsi KPSI ini secara otomatis berakhir setelah terpilihnya Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Anggota Komite Eksekutif yang baru. Sifat Komite ini dalam menjalankan organisasi PSSI adalah kolektif-kolegial sehingga tidak bertumpu pada satu figur saja, tapi sebuah bentuk kepemimpinan yang egaliter, akomodatif dan bertanggung jawab secara bersama-sama kepada anggota yang telah memberikan kepercayaan melalui RASN.
Berikut ini adalah daftar dosa-dosa PSSI dibawah Djohar Arifin:
- PSSI telah menyakiti hati suporter-suporter Indonesia dengan secara semena-mena memecah belah klub-klub Indonesia dengan bikin klub-klub kloningan.
- Tindakan kloning yang dilakukan PSSI antara lain membuat PSMS, Persija Jakarta, Persis Solo. PSIS, Persebaya menjadi dua bahkan Arema menjadi tiga.
- Dan lucunya justru klub-klub kloningan yg tak punya pendukung fanatik inilah yg dianggap "resmi" oleh PSSI.
- PSSI telah melakukan pemecatan terhadap 4 orang anggota Exco PSSI dengan tidak hormat.
- PSSI memutuskan untuk memilih PT LPIS sebagai penyelenggara Liga Indonesia yg sah, padahal sesuai hasil kongres Bali PT LI-lah yg berhak menyelenggarakan Liga.
- PSSI dengan seenaknya mengangkat LPI, kompetisi tarkam tidak resmi bikinan Panigoro menjadi "kompetisi kasta tertinggi" Indonesia.
- Liga tarkam bentukan PSSI yaitu IPL berkualitas sangat rendah, kompetisi tidak diisi oleh tim-tim besar, sangat minim pemain bintang, dan pastinya tidak laku.
- PSSI membentuk Timnas Indonesia yang diisi mayoritas pemain debutan minim pengalaman yang diambil dari kompetisi tarkam IPL, dan melakukan diskriminasi dalam pemanggilan pemain Timnas.
- PSSI memecat pelatih yg sukses membawa Indonesia menjadi finalis Piala AFF yaitu Alfred Riedl.
- Timnas Indonesia yg diisi pemain2 tarkam kalah telak 0-10 dari Bahrain di ajang Pra Piala Dunia 2014 sebagai akibat dari kesombongan PSSI, ini adalah kekalahan terbesar Timnas Indonesia sepanjang sejarah.
- PSSI telah membuat sepakbola Indonesia semakin terpuruk dengan membawa Indonesia menduduki peringkat 170 FIFA (terburuk sepanjang sejarah sepakbola Indonesia).
- PSSI gagal membawa Timnas Indonesia lolos ke fase knock out Piala AFF, dan bahkan untuk pertama kalinya gagal menang atas Laos, memalukan.
- dan masih banyak lagi...
Dari pemaparan di atas, sudah terlihat jelas bahwa PSSI di bawah pimpinan Djohar Arifin telah gagal total dan harus segera dilengserkan jika tidak ingin sepakbola nasional semakin terpuruk. Kita hendaknya mendukung dan bergabung bersama KPSI, karena hanya KPSIlah yang mampu menyelamatkan sepakbola Indonesia. Apalagi KPSI didukung oleh lebih dari 2/3 anggota PSSI.
Mari Dukung KPSI Selamatkan Sepakbola Indonesia!!!
Tidak Dukung KPSI berarti Mendukung Sepakbola Indonesia Makin Terpuruk!!!
trit lu satu gak beres malah lu buat ulang
ane dukung kebersamaan deh
lol
Trus gua harus bilang crot sambil lempar molotov ke muke si mataitil gitu.?
Quote:Original Posted By kongkoh âº
ane dukung kebersamaan deh
ane juga gan..kebersamaan
bersama" orang daleman kpsi pada mundur..
dari dulu otaknya doang yg mundur truss
Tidak ada komentar:
Posting Komentar